ETIKA PROFESI DAN KODE ETIK
KORPORASI
1. Pengertian Profesi, Profesional, dan
Profesionalisme
Profesi dapat dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan sebagai
nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan kompetensi yang tinggi dan dengan
melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam. Dengan demikian, orang profesional
adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan purna waktu dan hidup dari
pekerjaan itu dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan atau kompetensi
yang tinggi serta mempunyai komitmen pribadi yang mendalam atas pekerjaannya. Orang profesional lazimnya adalah orang yang
dapat dipercayai masyarakat untuk melakukan pekerjaan yang menjadi profesinya.
Sebagaimana terungkap dalam pengertian profesi di atas,
orang yang profesional selalu mengerjakan pekerjaannya sebagai pekerjaan purna
waktu dan hidup dari pekerjaannya itu.
Ini berarti, orang tersebut harus memeroleh imbalan yang memadai atas pekerjaan
yang dilakukannya yang memungkinkannya untuk hidup secara layak sebagai
manusia. Singkatnya, hanya dengan imbalan yang memadai ia mempunyai komitmen
pribadi yang mendalam dan bertanggung jawab penuh atas pekerjaannya atas pihak-pihak yang menjadi fokus pelayanan
profesinya. Jadi, orang-orang yang profesional adalah orang-orang yang
diandalkan dan dipercaya karena mereka ahli, terampil, punya komitmen moral dan
integritas pribadi, bertanggung jawab, penuh disiplin, dan serius dalam menjalankan
tugas pekerjaannya. Akhirnya, istilah
“profesional” hampir identik dengan kualitas, komitmen,
tanggung jawab, dan bayaran yang tinggi. Sedangkan, “profesionalisme” adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam
bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan
meningkatkan kualitas profesionalnya. [2]
Pendapat
lain mendefinisikan istilah profesi dan profesionalisme sebagai berikut: A profession is an occupation, vocation or career where specialized knowledge of a
subject, field, or science is applied. It is usually applied to occupations
that involve prolonged academic training and a formal qualification. It is axiomatic that "professional activity involves systematic knowledge and
proficiency." Professions are usually regulated by professioanl
bodies that may set examinations of
competence, act as a licensing authority for practitioners, and enforce
adherence to ethical code of practice. Professionalism,
is about individual modes of behaviour that command respect and build trust. It
is about excellence in service as measured by recognised standards. It is about
delivering services or working to standards that meet the needs of and are
expected by our clients. (http://www.managementaccountant.in/2008/06/profession-versus-professionalism.html)
2. Ciri-ciri Profesi
Berikut ini merupakan ciri-ciri profesi, yang sekaligus dimiliki oleh orang-orang
yang profesional, yaitu:
1)
Adanya keahlian dan kompetensi khusus
Keahlian dan kompetensi ini biasanya
diperoleh dari pendidikan, pelatihan, dan pengalaman selama bertahun-tahun.
Istilah kompetensi biasanya mencakup knowledge, skill, dan experience.
2)
Adanya komitmen moral yang tinggi
Komitmen moral ini biasanya dinyatakan dalam bentuk aturan
atau norma khusus yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengemban
profesi yang bersangkutan. Aturan ini berlaku sebagai semacam kaidah moral yang khusus bagi orang-orang
yang mempunyai profesi tersebut. Ia merupakan aturan main dalam menjalankan
atau mengemban profesi tersebut, yang biasanya disebut Kode Etik atau Aturan
Perilaku (Code of Ethics or Code
of Conduct), misalnya kode etik kedokteran, kode etik wartawan, dan kode
etik profesi akuntan publik.
Kode etik ini seharusnya ditaati oleh setiap orang yang mempunyai profesi
tersebut. Kode etik lazimnya berisi tuntutan keahlian, komitmen moral, dan
perilaku yang diinginkan dari orang-orang yang melakukan profesi tersebut. Kode
etik ini menyangkut apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan dalam
pelaksanaan suatu profesi.[3]
Ada dua tujuan dari kode etik ini. Pertama,
kode etik bertujuan melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh
kalalaian apakah secara sengaja atau tidak sengaja dari kaum profesional. Kode
etik menjamin bahwa masyarakat yang telah memercayakan diri hidup, barang
milik, atau perkaranya kepada orang yang profesional tidak akan dirugikan oleh
orang yang profesional itu. Kedua, kode etik juga bertujuan melindungi
keluhuran profesi tersebut dari perilaku dan tindakan yang tidak benar dari
perilaku profesi tersebut.
Yang menarik adalah kode etik
menjembatani etika dan moralitas di satu pihak dan hukum di pihak lainnya atau
dapat dikatakan kode etik terletak antara norma moral dan hukum. Di satu pihak,
kode etik mempunyai kaidah atau norma moral yang berlaku khusus untuk
orang-orang profesional di bidang tersebut.
Namun berbeda dengan norma moral pada umumnya, norma moral ini tidak
lagi muncul dalam bentuk imbauan tidak tertulis, melainkan telah dikodifikasi
menjadi aturan tertulis. Walaupun merupakan norma moral, sebagai kode etik,
aturan tersebut dilengkapi dan didukung oleh sanksi yang memungkinkan
berlakunya norma moral jauh lebih pasti sebagaimana dalam hukum positif.
Demikian pula kode etik menjadi pedoman yang konkrit (dapat dirujuk berdasarkan nomor urut
kode etik), karena tertulis sehingga dapat menjadi aturan yang nyata. Oleh
karena itu, dalam pengertian ini, kode etik lebih bersifat tegas dan pasti
dibandingkan dengan norma moral pada umumnya, walupun tetap memiliki hakekat
sebagai norma moral.
3)
Orang yang profesional adalah orang yang hidup
dari profesi
Pertama, ini berarti ia hidup sepenuhnya dari profesi ini. Biasanya ia
dibayar dengan gaji yang tinggi sebagai konsekuensi dari pengerahan seluruh tenaga,
pikiran, keahlian, dan keterampilan. Kedua, ini berarti profesinya telah
membentuk identitas orang tersebut. Ia tidak bisa lagi dipisahkan dari
profesinya itu.
4)
Pengabdian kepada masyarakat
Adanya komitmen moral yang tertuang
dalam kode etik profesi ataupun sumpah jabatan menyiratkan bahwa orang-orang
yang mengemban profesi tertentu lebih mendahulukan dan mengutamakan kepentingan masyarakat daripada kepentingan
pribadinya.
5)
Terdapat ijin khusus untuk menjalankan profesi
Ijin merupakan bentuk perlindungan
awal atas kepentingan masyarakat dan mencegah agar kepentingan masyarakat tidak
dirugikan oleh profesi tertentu. Ijin juga sesungguhnya merupakan tanda bahwa
orang tersebut mempunyai keahlian, kompetensi, dan komitmen moral yang
diandalkan dan dapat dipercaya.
6)
Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari
suatu profesi
Tujuan organisasi profesi ini terutama adalah untuk menjaga
dan melindungi keluhuran profesi tersebut. Tujuan pokoknya adalah menjaga agar
standar keahlian dan kompetensi tidak dilanggar, kode etik tidak dilanggar, dan
berarti menjaga agar kepentingan masyarakat tidak dirugikan oleh pelaksanaan
profesi tersebut oleh anggota mana pun. [4]
Pendapat lain menyatakan suatu profesi
dicirikan dengan empat unsur yang penting:
·
A
specialized body of knowledge taught in a formal and certifiable manner.
·
A
commitment to social purposes (good ones) that justify the profession’s
existence.
·
The
capacity to regulate itself, often with sanction of the law for those who
violate acceptable norms of behavior.
·
Status and
prestige of above-average ranking in society.
3. Prinsip-prinsip Etika Profesi
Tuntutan profesional sangat erat hubungannya
dengan suatu kode etik untuk masing-masing profesi. Kode etik itu berkaitan
dengan prinsip etika tertentu yang berlaku untuk suatu profesi. Empat prinsip
etika profesi yang berlaku umum untuk semua profesi pada umumnya.
Prinsip
pertama adalah prinsip tanggung jawab. Tanggung jawab adalah salah satu prinsip
pokok bagi kaum profesional. Pertama,
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaannya dan terhadap hasilnya. Dengan kata
lain, ia sendiri dapat mempertanggung jawabkan tugas pekerjaannya itu
berdasarkan tuntutan profesionalitasnya baik terhadap orang lain yang terkait
langsung dengan profesinya maupun juga terhadap diri sendiri. Kedua, ia juga bertanggung jawab atas dampak profesinya terhadap kehidupan
dan kepentingan orang lain, khususnya kepentingan orang-orang yang dilayaninya.
Prinsip kedua adalah prinsip keadilan. Prinsip ini terutama
menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak
merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang
dilayaninya dalam rangka profesinya. Prinsip ini juga menuntut agar dalam
menjalankan profesinya orang yang profesional tidak boleh melakukan
diskriminasi terhadap siapa pun, termasuk orang yang mungkin tidak membayar
jasa profesinya. Prinsip “siapa yang pertama mendapat pelayanan pertama”
merupakan perwujudan konkrit dari prinsip keadilan dalam arti seluas-luasnya.
Prinsip ketiga adalah prinsip
otonomi. Prinsip ini lebih
merupakan prinsip yang dituntut oleh kaum profesional terhadap dunia luar agar
mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Hanya prinsip
otonomi juga mempunyai batas-batasnya, yaitu prinsip otonomi dibatasi oleh
tanggung jawab dan komitmen profesional (keahlian dan moral) atau kemajuan
profesi tersebut serta dampaknya terhadap kepentingan masyarakat. Otonomi juga
dibatasi bahwa walaupun pemerintah menghargai otonomi kaum profesional,
pemerintah tetap menjaga dan pada waktunya malah ikut campur tangan agar
pelaksanaan profesi tertentu tidak sampai merugikan kepentingan umum.
Prinsip keempat adalah prinsip integritas moral.
Orang yang profesional adalah orang yang mempunyai integritas pribadi
atau moral yang tinggi. Oleh karena itu, ia tidak akan mudah kalah dan menyerah
pada godaan atau bujukan apa pun untuk melakukan tindakan yang melanggar nilai
yang dijunjung tinggi oleh profesinya. Di samping itu, ia akan malu kalau
bertindak tidak sesuai dengan nilai-nilai moral khususnya nilai yang melekat
pada dan diperjuangkannya profesinya.[5]
4. Kode Etik Korporasi
Sejak disadarinya pentingnya aktivitas bisnis dilakukan
dengan bermoral, maka banyak perusahaan maupun organisasi menyusun kode etik
organisasi atau korporasi (Corporate Code
of Conduct, Code of
Ethics or Organization’s Code of
Ethical Conduct). Aturan-aturan
disusun untuk membantu semua pegawai dan anggota organisasi untuk berperilaku
yang bermoral dengan menjelaskan bagaimana prinsip-prinsip moral seharusnya
diterapkan dalam kerja atau memberikan pedoman yang lebih spesifik atau
perilaku yang diperbolehkan dan yang dilarang (permitted and prohibited behavior).
Manfaat dari kode etik korporasi adalah sebagai berikut:
1)
Untuk mendorong banyak orang dalam organisasi
untuk berpikir, mendiskusikan visi, misi mereka dan tanggung jawab yang penting
sebagai kelompok dan individu terhadap perusahaan, pihak-pihak lain dalam
perusahaan, dan terhadap stakeholders
lainnya.
2)
Suatu kode etik yang telah disusun dapat
digunakan untuk menghasilkan diskusi yang positif bagi penyempurnaan dan
kemungkinan untuk modifikasi.
3)
Dapat membantu karyawan baru dalam rangka penyesuaian
diri, menanamkan perlunya berpikir atas aspek-aspek moral dalam tindakan
mereka, serta menanamkan pentingnya mengembangkan sifat-sifat luhur yang sesuai
dengan posisi mereka dalam organisasi.
4)
Digunakan sebagai dokumen untuk referensi bila
mereka meragukan tindakan atau perintah yang harus dilakukannya.
5) Digunakan
untuk meyakinkan pihak luar atas fakta bahwa perusahaan berpegang pada
prinsip-prinsip moral, dan memberikan mereka kriteria untuk mengukur tindakan
perusahaan.
5. Aspek-aspek atau Unsur-unsur Kode Etik Korporasi
Aspek-aspek atau unsur-unsur
penting dalam etika perusahaan atau korporasi
yang diatur dalam kode etik adalah sebagai berikut:
1)
Perilaku Dewan Direksi, Komisaris, dan Karyawan:
·
suap, hadiah, dan komisi;
·
entertainment;
·
penyalahgunaan informasi;
·
konflik kepentingan;
·
kecurangan penggunaan aset dan sumber daya
korporasi;
·
utang/pinjaman; dan
·
perilaku individu, termasuk pekerjaannya di luar
korporasi.
2)
Hubungan dengan supplier dan kontraktor
·
kompetisi yang adil dan terbuka;
·
pemenuhan kepentingan umum dan akuntabiitas;
·
prosedur lelang dan tender;
·
praktik suap dan KKN; dan
·
prosedur pembayaran.
3)
Tanggung jawab kepada pemilik/pemegang saham
·
perkembangan
yang berkelanjutan;
·
jujur
dan transparan dalam informasi;
·
prosedur
dan kebijakan akuntansi yang benar dan adil; dan
·
insider trading.
4)
Hubungan dengan pelanggan dan konsumen
·
pelayanan;
·
produk yang berkualitas dan harga yang wajar;
·
keamanan, kesehatan dan kejelasan dalam
penggunaan instruksi; dan
·
kebijakan produk dan harga.
5)
Hubungan dengan karyawan
·
jaminan keamanan dan kesehatan;
·
kesempatan kerja yang sama;
·
kebebasan berkreasi bagi individu dan hak
pribadi;
·
komunikasi;
·
pengembangan dan remunerasi; dan
·
kebijakan berkaitan dengan rokok, narkoba, dan
obat terlarang.
6)
Tanggung jawab sosial
·
kebijakan lingkungan;
·
partisipasi dalam komunitas;
·
kebijakan dan praktik pemberian sumbangan;
·
kegiatan politik; dan
·
pelanggaran dan sanksi atas code of conduct serta rehabilitasi bagi yang dikenakan sanksi.
Pendapat lain (AICPA, “CPA’s Handbook of Fraud and
Commercial Crime Prevention.”) menyatakan bahwa unsur-unsur pokok dari
sebuah code of conduct yang efektif
sebagai berikut:
1)
Organizational
Code of Conduct
The organization and
employee must at all times comply with applicable laws and regulations, with
all business conduct well above the minimum standards required by law.
2)
General
Employee Conduct
The
organization expects its employee to conduct themselves in a business like
manner and prohibits unprofessional activities, such as drinking, fighting, and
swearing, while on the job.
3)
Conflict
of Interest
The
organization expects that employees will perform their duties conscientiously,
honestly, and in accordance with best interests of the organization and will
not use their positions or knowledge gained for private or personal advantage.
4)
Outside
Activities, Employment, and Directorships
All
employees share a responsibility for the organization’s good public relations.
Employees should avoid activities outside the organization that create an
excessive demand on their times or create a conflict of interest.
5)
Relationships
with Clients and Suppliers
Employees
should avoid investing in or acquiring a financial interest in any business
organization that has contractual relationships with the organization.
6)
Gifts,
entertainment, and Favors
Employees
must not accept entertainment, gifts, or personal favors that could influence
or appear to influence business decisions in favor of any person with whom the
organization has business dealings.
7)
Kickbacks
and Secret Commissions
Employees
may not receive payment or compensation of any kind, except as authorized under
organizational remuneration policies.
8)
Organization
Funds, and Other Assets
Employees who have access to organization
fund must follow prescribed for recording, handling, and protecting money.
9)
Organization
Records and Communications
Employees responsible for accounting and
record keeping must not make or engage in any false record or communication of
any kind, whether external or internal.
10)
Dealings with
Outside People and Organizations
Employees must take care to separate their
personal roles from their organizational positions when communicating on
matters not involving the organization’s business.
11)
Prompts
Communications
All employees must take every effort to
achieve complete, accurate, and timely communication all matters relevant to
customers, suppliers, government authorities, the public, and others within the
organization.
12)
Privacy
and Confidentiality
When handling financial and personal
information about customers and others with whom the organization has dealings,
employees should collect, use, and retain only the information necessary for
the organization’s business, internal access to information should be limited
to those with legitimate business reason for seeking that information.
[1]
Professionalism in accounting involves adhering to national and
international accounting standards, such as Generally Accepted Accounting
Principles, or GAAP, in the United States and standards set by the
International Accounting Standards Board, or IASB. Ethical business practices
are an inseparable component of professionalism in accounting.
[2]
Sikap profesionalisme auditor
independen terwujud dalam kompetensi, independensi dan integritasnya. Gambaran
tentang profesionalisme seorang auditor tercermin dalam lima hal yaitu:
pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, kepercayaan terhadap
peraturan profesi, dan hubungan dengan rekan seprofesi.
[3]
As an
accountant you have the commitment to each customer to demonstrate competence,
confidentiality, integrity, and credibility. Accountants
are known and respected for their honesty; by showing their integrity and
competence. This is why it is important for all accountants and their
firms to show and practice a good ethical practice. The primary ethical principles that apply to
accountants are integrity, objectivity, independence, and competence
[4]
A professional body or professional
organization, also known as a professional association or professional society,
is an organization, usually non-profit, that exists to further a
particular profession,
to protect both the public interest and the interests of professionals.
Sumber: Monang Situmorang, MM. SE, Bahan Ajaran Etika Bisnis dan Profesi, Universitas Pakuan
thanks infonya.. baca juga :
BalasHapushttp://everythingaboutvanrush88.blogspot.com/
Sumber-Sumber Hukum Islam
Tujuan Hukum Islam
Teori Berlakunya Hukum Islam
Pengertian Korporasi Menurut Ahli