ETIKA
UTILITARIANISME
1. Pendahuluan
Standar (prinsip-prinsip) moral atau teori etika meliputi:
1)
Teleological approach
Pendekatan teleologikal
disebut dengan consequentialism, yang berpendapat bahwa apakah suatu tindakan
benar atau salahdan baik atau buruk (moralitas) tergantung pada konsekuensi yang ditimbulkan oleh
tindakan tersebut. Bentuk yang umum dari versi consequentialism adalah utilitarianisme.
2)
Deontological approach
Pendekatan ini terdiri atas:
a.
Hak (Rights)
b.
Keadilan (Justice)
c.
Perhatian (Caring)
Pendekatan deontologi berpendapat bahwa suatu tindakan adalah benar
atau salah dan baik atau buruk jika sesuai dengan hak atau kewajiban, hak
manusia, prinsip keadilan, pada mereka yang perlu diperhatikan.
2. Teori Utilitarianisme
Teori utilitarianisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa tindakan
dan kebijakan perlu dievaluasi berdasarkan manfaat dan biaya yang dibebankan
pada masyarakat. Dalam situasi apa pun, tindakan atau kebijakan yang “benar”
adalah yang memberikan manfaat paling besar atau biaya paling kecil (bila semua
alternatif hanya membebankan biaya bersih). Sebuah prinsip moral yang mengklaim
bahwa sesuatu dianggap benar apabila mampu menekan biaya sosial (social cost) dan memberikan manfaat
sosial (social benefit).
Jeremy Bentham (1748-1832) sering dianggap
pendiri utilitarianisme tradisional. Bentham berusaha mencari dasar objektif
dalam membuat keputusan yang mampu memberikan norma yang dapat diterima publik
dalam menetapkan kebijakan dan peraturan sosial. Dasar yang objektif adalah
dengan melihat pada berbagai kebijakan yang dapat ditetapkan dan membandingkan
manfaat serta konsekuensi-konsekuensinya. Tindakan yang tepat dari sudut
pandang etis adalah dengan memilih kebijakan yang mampu memberikan utilitas
yang besar. Secara singkat, prinsip utilitarian menyatakan bahwa:
“Suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang etis jika dan hanya
jika jumlah total utilitas yang dihasilkan dari tindakan tersebut lebih besar
dari jumlah total utilitas oleh tindakan yang dapat dilakukan.”
Prinsip ini mengandung tiga kriteria
yaitu:
1)
Kita harus menentukan
tindakan-tindakan atau kebijakan alternatif apa saja yang dapat kita lakukan
dalam situasi tersebut. Dalam hal ini, kriteria yang dapat dijadikan dasar
objektif untuk menilai suatu perilaku atau tindakan adalah manfaat atau utlitas (utility),
yaitu apakah tindakan atau perilaku benar jika menghasilkan manfaat, sedangkan
perilaku atau tindakan salah mendatangkan kerugian.
2)
Untuk setiap tindakan alternatif,
kita perlu menentukan manfaat dan biaya langsung dan tidak langsung yang akan
diperoleh dari tindakan tersebut bagi semua orang yang dipengaruhi oleh
tindakan itu di masa yang akan datang. Kriteria kedua adalah manfaat yang terbanyak. Untuk penilaian kebijakan atau tindakan itu sendiri,
maka suatu kebiakan atau tindakan benar atau baik secara moral bila kebijakan
atau tindakan tersebut memberikan lebih banyak manfaat dibandingkan dengan
kerugian yang ditimbulkannya.
3)
Alternatif yang memberikan jumlah
utilitas paling besar wajib dipilih sebagai tindakan yang secara etis tepat.
Kriteria ini mengandung pengertian tentang untuk siapa manfaat terbanayak
tersebut. Suatu tindakan atau kebijakan baik atau benar secara moral jika
memberikan manfaat terbesar bagi sebanyak
mungkin orang.
Dengan
demikian, kriteria objektif dalam etika utilitarianisme adalah “manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang” atau “kebaikan terbesar bagi sebagian besar
masyarakat” (“the greatest good for the greatest number”).
Dengan kata lain, suatu kebijakan atau tindakan yang baik dari segi etis adalah
kebijakan atau tindakan yang membawa manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin
orang, atau sebaliknya membawa akibat
merugikan yang sekecil mungkin bagi sesedikit mungkin orang. Utilitarianisme
merupakan suatu doktrin moral, yang berpendapat bahwa kita seharusnya bertindak
untuk menghasilkan sebanyak mungkin manfaat (kebahagiaan atau kenikmatan) bagi
tiap-tiap orang yang terpengaruh oleh tindakan kita.
3. Keunggulan Utilitarianisme
Utilitarianisme dalam banyak hal
merupakan sebuah teori yang menarik, dengan alasan sebagai berikut:
1)
Sejalan dengan pandangan-pandangan
yang cenderung diusulkan saat membahas kebijakan pemerintah dan barang-barang
komoditas publik. Jadi kebijakan-kebijakan pemerintah yang tepat adalah kebijakan
yang memiliki utilitas terbesar bagi masyarakat—atau seperti dalam slogan
terkenal dunia, kebijakan yang mampu menghasilkan “kebaikan terbesar bagi
sebagian besar masyarakat
2)
Sejalan dengan kriteria intuitif
yang digunakan oleh orang-orang dalam membahas perilaku atau tindakan moral (moral conduct). Sebagai contoh, seseorang memiliki kewajiban
moral untuk melakukan tindakan tertentu, mengacu kepada manfaat atau kerugian
yang diakibatkan tindakan tersebut pada umat manusia. Di samping itu, moralitas
mewajibkan sseorang untuk mempertimbangkan kepentingan-kepentingan orang lain
dan memiliki utilitas terbesar, siapa pun yang memperoleh manfaat-manfaat
tersebut.
3)
Dapat menjelaskan mengapa kita
menganggap jenis-jenis aktivitas tertentu secara moral dianggap bersalah
(berbohong, perselingkuhan, pembunuhan), sementara yang lain dianggap benar
(menyampaikan kebenaran, bersikap jujur, menepati janji). Namun demikian, kaum
utilitarian tradisional menyangkal bahwa semua tindakan dapat dianggap sebagai
tindakan yang benar atau salah. Mereka menolak, misalnya, bahwa ketidakjujuran
atau pencurian pasti merupakantindakan yang salah. Jika dalam situasi tertentu,
lebih banyak akibat yang menguntungkan yang bisa diperoleh dengan melakukan
tindakan yang tidak jujur dibandingkan tindakan-tindakan yang bisa dilakukan
lainnya yang bisa dilakukan dalam situasi itu, maka, menurut teori utilitarian
tradisional, tindakan tidak jujur tersebut secara moral adalah benar, hanya
dalam situasi tersebut.
4)
Sangat berpengaruh dalam bidang ekonomi
dan juga menjadi dasar teknik analisis
biaya-manfaat ekonomi.
5)
Sangat sesuai dengan nilai yang
diutamakan oleh banyak orang : efisiensi. Suatu tindakan yang efisien adalah
tindakan yang mampu memberikan output sesuai yang diinginkan dengan input sumberdaya
paling rendah. Jika kita mengganti
“manfaat” dengan “output yang diinginkan” dan “biaya” dengan “input sumber
daya”, maka utilitarianisme mengimplikasikan bahwa tindakan yang benar adalah
tindakan yang paling efisien.
4. Kelemahan Utilitarianisme
Satu rangkaian masalah dalam kaitannya dengan utilitarianisme terfokus
pada hambatan-hambatan yang dihadapi saat menilai atau mengukur utilitas,
yaitu:
1) Bagaimana nilai utilitas (manfaat)
dari berbagai tindakan yang berbeda pada orang-orang yang berbeda dapat diukur
dan dibandingkan seperti yang dinyatakan dalam utilitarianisme.
2)
Biaya dan keuntungan tertentu
tampak sangat sulit dinilai.
3)
Karena banyak keuntungan dan biaya
dari suatu tindakan tidak dapat diprediksi dengan baik, maka penilaiannya pun
juga tidak dapat dilakukan dengan baik.
4)
Sampai saat ini masih belum jelas
apa yang bisa dihitung sebagi keuntungan dan apa yang bisa dihitung sebagai
biaya.
5)
Asumsi utilitarian menyatakan
bahwa semua barang adalah dapat diukur atau dinilai mengimplikasikan bahwa
semua baang dapat diperdagangkan.
5. Masalah Hak dan Keadilan
Hambatan utama utilitarianisme adalah prinsip tersebut tidak mampu
menghadapi dua jenis permasalahan moral: masalah yang berkaitan dengan hak dan
yang berkaitan dengan keadilan. Dengan kata lain, prinsip utilitarian
mengimplikasikan bahwa ada tindakan tertentu yang secara moral dibenarkan
meskipun pada kenyataannya tidak adil dan melanggar hak-hak orang lain. Ada beberapa contoh yang dapat dipakai untuk
menggambarkan kritik yang diajukan pada pandangan utilitarian:
Pertama, Misalkan saja paman Anda menderita penyakit yang tidak dapat
disembuhkan dan menyakitkan, dan dia merasa tidak bahagia namun juga tidak
ingin mati. Meskipun dia dirawat di rumah sakit dan diperkirakan akan meninggal
tahun depan, dia terus menjalankan pabrik kimia yang dikelolanya. Karena merasa
menderita, dia dengan sengaja berusaha agar kehidupan para pekerjanya juga
menjadi sengsara dan bersikeras tidak mau memasang peralatan-peralatan pengaman
di pabriknya, meskipun dia tahu bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkan
seorang pekerja akan kehilangan nyawanya tahun depan. Anda sebagai satu-satunya
kerabat yang masih hidup, mengetahui bahwa setelah dia mati, Anda akan mewarisi
bisnisnya dan tidak hanya menjadi kaya, namun juga menjadi sangat bahagia, dan
Anda juga berkeinginan untuk mencegah tewasnya para pekerja dengan memasang
peralatan pengaman yang diperlukan. Anda adalah seorang berdarah dingin dan
mempertimbangkan bahwa Anda bisa membunuh paman Anda secara diam-diam tanpa
tertangkap dan kebahagiaan Anda juga tidak berpengaruh oleh tindakan tersebut.
Jika Anda bisa membunuh paman Anda tanpa
merugikan orang lain, maka menurut pandangan utilitarian Anda memiiki kewajiban
moral untuk melakukannya. Dengan membunuhnya, Anda menukarkan nyawanya dengan
keselamatan pekerja, dan Anda memperoleh kebahagiaan. Keuntungan ini jelas
termasuk utilitas. Namun demikian, kata para penantang utilitarianisme, jelas
bahwa tindakan membunuh paman Anda merupakan pelanggaran berat terhadap hak
hidup seseorang. Utiltarianisme mendorong kita untuk menyetujui tindakan
pembunuhan yang jelas-jelas merupakan pelanggaran akan hak paling penting yang
dimiliki oleh seseorang.
Kedua, Misalkan upah subsistensi
memaksa sekelompok pekerja pendatang untuk tetap melaksanakan pekerjaan yang
paling tidak diiginkan dalam bidang pertanian dalam sebuah perekonomian, namun
menghasilkan tingkat kepuasan yang sangat tinggi bagi mayoritas masyarakat
karena kelompok mayoritas tersebut menikmati barang-barang produksi hasil
pertanian yang murah dan memungkinkan mereka untuk memenuhi keinginan-keinginan
lain. Misalkan juga bahwa jumlah
kepuasan yang dihasilkan, bila dibandingkan dengan ketidakbahagiaan dan
penderitaan yang dialami oleh kelompok pekerja tadi, menunjukkan utilitas yang
lebih besar dibandingkan dengan jika semua orang menanggung beban pekerjaan
tersebut. Dengan demikian, menurut kriteria utilitarian, secara moral dibenarkan
bila kita melanjutkan sistem upah subsitensi ini bagi para pekerja tersebut.
Namun demikian, menurut para kritikus utilitarianisme,
sebuah sistem soaial yang mendistribusikan beban secara tidak merata, jelas
tidak bermoral dan melanggar keadilan. Keuntungan yang diperoleh kelompok
mayoritas tidak dapat dipakai sebagai pembenaran atas beban berat yang diteima
oleh kelompok lainnya. Kelemahan ini menunjukkan bahwa utilitarianisme
mengizinkan distribusi keuntungan dan beban dalam cara apa pun, sejauh jumlah
keuntungan totalnya paling tinggi. Pada kenyataannya, beberapa cara untuk
mendistribusikan keuntungan dan beban adalah tidak adil, seberapa pun besarnya
keuntungan yang dihasilkan dari sistem distribusi semacam ini. Utilitarianisme hanya melihat berapa besar
utilitas dalam suatu masyarakat, namun tidak mempertimbangkan bagaimana
utilitas tersebut didistribusikan di antara para kelompok anggota masyarakat.
Dari kasus di atas, pertimbangan atas keadilan (dalam kaitannya dengan
bagaimana keuntungan dan beban didistribusikan) dan hak (dalam kaitannya dengan
kebebasan memilih dan kesejahteraan individu) tampaknya diabaikan dalama
analisis yang hanya mempertimbangkan biaya dan keuntungan dari suatu keputusan.
Ada dua batasan utama terhadap metode utilitarian dalam penalaran
moral. Pertama, metode utilitarian cukup sulit digunakan apabila kita
menghadapi masalah nilai yang sulit atau mungkin tidak bisa diukur secara
kuantitatif. Kedua, utilitarianisme tampak tidak mampu menghadapi
situasi-situasi yang melibatkan masalah hak dan keadilan, meskipun ada beberapa
pihak yang berusaha mengatasi hal ini dengan membuat utilitarianisme hanya pada
evaluasi peraturan, yang disebut dengan peraturan utilitarianisme (rule-utilitarianism). Peraturan moral
yang benar adalah peraturan-peraturan yang mampu memberikan nilai utilitas
paling besar jika semua orang mengikutinya.
Sumber : Monang Situmorang, Bahan Ajaran Etika Bisnis dan Profesi, Universitas Pakuan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar