Jumat, 29 November 2013

ETIKA UTILITARIANISME

ETIKA UTILITARIANISME
1.    Pendahuluan
Standar (prinsip-prinsip) moral atau teori etika meliputi:
1)    Teleological approach
Pendekatan teleologikal disebut dengan consequentialism, yang berpendapat bahwa apakah suatu tindakan benar atau salahdan baik atau buruk (moralitas) tergantung pada konsekuensi yang ditimbulkan oleh tindakan tersebut. Bentuk yang umum dari versi consequentialism adalah utilitarianisme. 
2)    Deontological approach
Pendekatan ini terdiri atas:
a.    Hak (Rights)
b.    Keadilan (Justice)
c.     Perhatian (Caring)
Pendekatan deontologi berpendapat bahwa suatu tindakan adalah benar atau salah dan baik atau buruk jika sesuai dengan hak atau kewajiban, hak manusia, prinsip keadilan, pada mereka yang perlu diperhatikan.

2.    Teori Utilitarianisme
Teori utilitarianisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa tindakan dan kebijakan perlu dievaluasi berdasarkan manfaat dan biaya yang dibebankan pada masyarakat. Dalam situasi apa pun, tindakan atau kebijakan yang “benar” adalah yang memberikan manfaat paling besar atau biaya paling kecil (bila semua alternatif hanya membebankan biaya bersih). Sebuah prinsip moral yang mengklaim bahwa sesuatu dianggap benar apabila mampu menekan biaya sosial (social cost) dan memberikan manfaat sosial (social benefit).
Jeremy Bentham (1748-1832) sering dianggap pendiri utilitarianisme tradisional. Bentham berusaha mencari dasar objektif dalam membuat keputusan yang mampu memberikan norma yang dapat diterima publik dalam menetapkan kebijakan dan peraturan sosial. Dasar yang objektif adalah dengan melihat pada berbagai kebijakan yang dapat ditetapkan dan membandingkan manfaat serta konsekuensi-konsekuensinya. Tindakan yang tepat dari sudut pandang etis adalah dengan memilih kebijakan yang mampu memberikan utilitas yang besar. Secara singkat, prinsip utilitarian menyatakan bahwa:
“Suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang etis jika dan hanya jika jumlah total utilitas yang dihasilkan dari tindakan tersebut lebih besar dari jumlah total utilitas oleh tindakan yang dapat dilakukan.”
Prinsip ini mengandung tiga kriteria yaitu:
1)        Kita harus menentukan tindakan-tindakan atau kebijakan alternatif apa saja yang dapat kita lakukan dalam situasi tersebut. Dalam hal ini, kriteria yang dapat dijadikan dasar objektif untuk menilai suatu perilaku atau tindakan adalah manfaat atau utlitas (utility), yaitu apakah tindakan atau perilaku benar jika menghasilkan manfaat, sedangkan perilaku atau tindakan salah mendatangkan kerugian.
2)        Untuk setiap tindakan alternatif, kita perlu menentukan manfaat dan biaya langsung dan tidak langsung yang akan diperoleh dari tindakan tersebut bagi semua orang yang dipengaruhi oleh tindakan itu di masa yang akan datang. Kriteria kedua adalah manfaat yang terbanyak. Untuk penilaian kebijakan atau tindakan itu sendiri, maka suatu kebiakan atau tindakan benar atau baik secara moral bila kebijakan atau tindakan tersebut memberikan lebih banyak manfaat dibandingkan dengan kerugian yang ditimbulkannya.
3)        Alternatif yang memberikan jumlah utilitas paling besar wajib dipilih sebagai tindakan yang secara etis tepat. Kriteria ini mengandung pengertian tentang untuk siapa manfaat terbanayak tersebut. Suatu tindakan atau kebijakan baik atau benar secara moral jika memberikan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.

Dengan demikian, kriteria objektif dalam etika utilitarianisme adalah “manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang” atau “kebaikan terbesar bagi sebagian besar masyarakat” (“the greatest good for the greatest number”). Dengan kata lain, suatu kebijakan atau tindakan yang baik dari segi etis adalah kebijakan atau tindakan yang membawa manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang,  atau sebaliknya membawa akibat merugikan yang sekecil mungkin bagi sesedikit mungkin orang. Utilitarianisme merupakan suatu doktrin moral, yang berpendapat bahwa kita seharusnya bertindak untuk menghasilkan sebanyak mungkin manfaat (kebahagiaan atau kenikmatan) bagi tiap-tiap orang yang terpengaruh oleh tindakan kita. 

3.    Keunggulan Utilitarianisme
Utilitarianisme  dalam banyak hal merupakan sebuah teori yang menarik, dengan alasan sebagai berikut:
1)        Sejalan dengan pandangan-pandangan yang cenderung diusulkan saat membahas kebijakan pemerintah dan barang-barang komoditas publik. Jadi kebijakan-kebijakan pemerintah yang tepat adalah kebijakan yang memiliki utilitas terbesar bagi masyarakat—atau seperti dalam slogan terkenal dunia, kebijakan yang mampu menghasilkan “kebaikan terbesar bagi sebagian besar masyarakat
2)        Sejalan dengan kriteria intuitif yang digunakan oleh orang-orang dalam membahas perilaku atau tindakan moral (moral conduct).  Sebagai contoh, seseorang memiliki kewajiban moral untuk melakukan tindakan tertentu, mengacu kepada manfaat atau kerugian yang diakibatkan tindakan tersebut pada umat manusia. Di samping itu, moralitas mewajibkan sseorang untuk mempertimbangkan kepentingan-kepentingan orang lain dan memiliki utilitas terbesar, siapa pun yang memperoleh manfaat-manfaat tersebut.
3)        Dapat menjelaskan mengapa kita menganggap jenis-jenis aktivitas tertentu secara moral dianggap bersalah (berbohong, perselingkuhan, pembunuhan), sementara yang lain dianggap benar (menyampaikan kebenaran, bersikap jujur, menepati janji).  Namun demikian, kaum utilitarian tradisional menyangkal bahwa semua tindakan dapat dianggap sebagai tindakan yang benar atau salah. Mereka menolak, misalnya, bahwa ketidakjujuran atau pencurian pasti merupakantindakan yang salah. Jika dalam situasi tertentu, lebih banyak akibat yang menguntungkan yang bisa diperoleh dengan melakukan tindakan yang tidak jujur dibandingkan tindakan-tindakan yang bisa dilakukan lainnya yang bisa dilakukan dalam situasi itu, maka, menurut teori utilitarian tradisional, tindakan tidak jujur tersebut secara moral adalah benar, hanya dalam situasi tersebut.
4)        Sangat berpengaruh dalam bidang ekonomi dan  juga menjadi dasar teknik analisis biaya-manfaat ekonomi.
5)        Sangat sesuai dengan nilai yang diutamakan oleh banyak orang : efisiensi. Suatu tindakan yang efisien adalah tindakan yang mampu memberikan output sesuai yang diinginkan dengan input sumberdaya paling rendah.  Jika kita mengganti “manfaat” dengan “output yang diinginkan” dan “biaya” dengan “input sumber daya”, maka utilitarianisme mengimplikasikan bahwa tindakan yang benar adalah tindakan yang paling efisien.
4.    Kelemahan Utilitarianisme
Satu rangkaian masalah dalam kaitannya dengan utilitarianisme terfokus pada hambatan-hambatan yang dihadapi saat menilai atau mengukur utilitas, yaitu:
1)       Bagaimana nilai utilitas (manfaat) dari berbagai tindakan yang berbeda pada orang-orang yang berbeda dapat diukur dan dibandingkan seperti yang dinyatakan dalam utilitarianisme.
2)         Biaya dan keuntungan tertentu tampak sangat sulit dinilai.
3)         Karena banyak keuntungan dan biaya dari suatu tindakan tidak dapat diprediksi dengan baik, maka penilaiannya pun juga tidak dapat dilakukan dengan baik.
4)         Sampai saat ini masih belum jelas apa yang bisa dihitung sebagi keuntungan dan apa yang bisa dihitung sebagai biaya.
5)         Asumsi utilitarian menyatakan bahwa semua barang adalah dapat diukur atau dinilai mengimplikasikan bahwa semua baang dapat diperdagangkan.
5.    Masalah Hak dan Keadilan
Hambatan utama utilitarianisme adalah prinsip tersebut tidak mampu menghadapi dua jenis permasalahan moral: masalah yang berkaitan dengan hak dan yang berkaitan dengan keadilan. Dengan kata lain, prinsip utilitarian mengimplikasikan bahwa ada tindakan tertentu yang secara moral dibenarkan meskipun pada kenyataannya tidak adil dan melanggar hak-hak orang lain.  Ada beberapa contoh yang dapat dipakai untuk menggambarkan kritik yang diajukan pada pandangan utilitarian:
Pertama, Misalkan saja paman Anda menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan menyakitkan, dan dia merasa tidak bahagia namun juga tidak ingin mati. Meskipun dia dirawat di rumah sakit dan diperkirakan akan meninggal tahun depan, dia terus menjalankan pabrik kimia yang dikelolanya. Karena merasa menderita, dia dengan sengaja berusaha agar kehidupan para pekerjanya juga menjadi sengsara dan bersikeras tidak mau memasang peralatan-peralatan pengaman di pabriknya, meskipun dia tahu bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkan seorang pekerja akan kehilangan nyawanya tahun depan. Anda sebagai satu-satunya kerabat yang masih hidup, mengetahui bahwa setelah dia mati, Anda akan mewarisi bisnisnya dan tidak hanya menjadi kaya, namun juga menjadi sangat bahagia, dan Anda juga berkeinginan untuk mencegah tewasnya para pekerja dengan memasang peralatan pengaman yang diperlukan. Anda adalah seorang berdarah dingin dan mempertimbangkan bahwa Anda bisa membunuh paman Anda secara diam-diam tanpa tertangkap dan kebahagiaan Anda juga tidak berpengaruh oleh tindakan tersebut. Jika Anda bisa membunuh  paman Anda tanpa merugikan orang lain, maka menurut pandangan utilitarian Anda memiiki kewajiban moral untuk melakukannya. Dengan membunuhnya, Anda menukarkan nyawanya dengan keselamatan pekerja, dan Anda memperoleh kebahagiaan. Keuntungan ini jelas termasuk utilitas. Namun demikian, kata para penantang utilitarianisme, jelas bahwa tindakan membunuh paman Anda merupakan pelanggaran berat terhadap hak hidup seseorang. Utiltarianisme mendorong kita untuk menyetujui tindakan pembunuhan yang jelas-jelas merupakan pelanggaran akan hak paling penting yang dimiliki oleh seseorang.
Kedua, Misalkan upah subsistensi memaksa sekelompok pekerja pendatang untuk tetap melaksanakan pekerjaan yang paling tidak diiginkan dalam bidang pertanian dalam sebuah perekonomian, namun menghasilkan tingkat kepuasan yang sangat tinggi bagi mayoritas masyarakat karena kelompok mayoritas tersebut menikmati barang-barang produksi hasil pertanian yang murah dan memungkinkan mereka untuk memenuhi keinginan-keinginan lain. Misalkan juga bahwa jumlah kepuasan yang dihasilkan, bila dibandingkan dengan ketidakbahagiaan dan penderitaan yang dialami oleh kelompok pekerja tadi, menunjukkan utilitas yang lebih besar dibandingkan dengan jika semua orang menanggung beban pekerjaan tersebut. Dengan demikian, menurut kriteria utilitarian, secara moral dibenarkan bila kita melanjutkan sistem upah subsitensi ini bagi para pekerja tersebut. Namun demikian, menurut para kritikus utilitarianisme, sebuah sistem soaial yang mendistribusikan beban secara tidak merata, jelas tidak bermoral dan melanggar keadilan. Keuntungan yang diperoleh kelompok mayoritas tidak dapat dipakai sebagai pembenaran atas beban berat yang diteima oleh kelompok lainnya. Kelemahan ini menunjukkan bahwa utilitarianisme mengizinkan distribusi keuntungan dan beban dalam cara apa pun, sejauh jumlah keuntungan totalnya paling tinggi. Pada kenyataannya, beberapa cara untuk mendistribusikan keuntungan dan beban adalah tidak adil, seberapa pun besarnya keuntungan yang dihasilkan dari sistem distribusi semacam ini. Utilitarianisme hanya melihat berapa besar utilitas dalam suatu masyarakat, namun tidak mempertimbangkan bagaimana utilitas tersebut didistribusikan di antara para kelompok anggota masyarakat.
Dari kasus di atas, pertimbangan atas keadilan (dalam kaitannya dengan bagaimana keuntungan dan beban didistribusikan) dan hak (dalam kaitannya dengan kebebasan memilih dan kesejahteraan individu) tampaknya diabaikan dalama analisis yang hanya mempertimbangkan biaya dan keuntungan dari suatu keputusan.
Ada dua batasan utama terhadap metode utilitarian dalam penalaran moral. Pertama, metode utilitarian cukup sulit digunakan apabila kita menghadapi masalah nilai yang sulit atau mungkin tidak bisa diukur secara kuantitatif. Kedua, utilitarianisme tampak tidak mampu menghadapi situasi-situasi yang melibatkan masalah hak dan keadilan, meskipun ada beberapa pihak yang berusaha mengatasi hal ini dengan membuat utilitarianisme hanya pada evaluasi peraturan, yang disebut dengan peraturan utilitarianisme (rule-utilitarianism). Peraturan moral yang benar adalah peraturan-peraturan yang mampu memberikan nilai utilitas paling besar jika semua orang mengikutinya. 

Sumber : Monang Situmorang, Bahan Ajaran Etika Bisnis dan Profesi, Universitas Pakuan




Tidak ada komentar:

Posting Komentar